Efek Terlalu Lama Beristirahat Saat Mendaki Gunung


Mendaki gunung, sebuah aktivitas yang kini tengah digandrungi oleh berbagai kalangan di masyarakat. Apalagi bagi kaum urban di kota-kota besar, kegiatan mendaki gunung seolah menjadi penawar perasaan bosan dari aktivitas sehari-hari. Mengingat di negeri yang indah ini, Indonesia menjadi surganya bagi para pendaki gunung.

Meski begitu, tentunya kita tahu bahwa aktivitas ini bukanlah kegiatan ringan. Yaa, mendaki gunung sangat membutuhkan energi besar. Sebagaimana kita tahu, dalam pendakian bukan puncaklah yang paling utama. Dalam proses pendakian menuju puncak, biasanya kita selalu merasa lelah. Dengan jalur menanjak hingga curam tentu melelahkan. Pada saat tubuh terasa letih, otomatis kita pasti mencari tempat untuk istirahat sejenak. Sekedar melepas dahaga maupun mengunyah camilan untuk menambah energi.

Tapi seringkali kita lupa bahwa pada saat pendakian kita terlalu sering dan lama beristirahat. Hal ini sebenarnya justru membuat kondisi tubuh kita menjadi lelah dan pegal-pegal. Lhoo, bukannya dengan istirahat saat mendaki justru mengembalikan tenaga yang telah habis? Jawabannya iyaa, jika dengan ritme dan waktu yang tepat. Namun jika terlalu lama kita beristirahat, justru berefek sebaliknya. Oke berdasarkan sumber yang kami dapat, penjelasan ilmiahnya kira kira seperti ini.

sumber gambar
Pada saat beraktivitas, tubuh akan memakai glikogen di otot melalui metabolism anaerobic (lihat grafik kotak hitam) dengan hasil sampingan asam laktat. Asam laktat ini yang menimbulkan rasa sakit dan pegal di otot. Asam laktat ini akan dibuang kalau aliran darah ke otot lancar. Apalagi kalau istirahat dengan posisi kaki salah, kondisi ini justru akan menumpuk asam laktat di otot. Oleh karena itu, sebaiknya beristirahat sebentar saja pada saat mendaki. Kalau perlu cukup jalan pelan dengan konstan, sebab akan melancarkan pembuluh darah balik/vena di kaki. Sehingga asam laktat yang dihasilkan akan terbawa ke hepar/hati untuk diolah lebih lanjut. Dengan begitu kemungkinan pegal di otot dapat diminimalisir.

Ketika akan melanjutkan perjalanan, tubuh akan menggunakan cadangan lemak otot melalui metabolism aerobic (lihat grafik kotak putih). Jika kita terlalu lama beristirahat, metabolism aerobic tidak maksimal tercapai karena proses metabolisme ini butuh waktu lama. Kita akan kembali lagi dari awal, asam laktat dihasilkan lagi, pegal lagi, begitu seterusnya. Istilahnya sama seperti mesin, “sudah panas dengan optimal sesuai metabolisme lalu disuruh berhenti”. Ketika akan melanjutkan, mesin kembali dingin sehingga membutuhkan energi besar lagi.

Selain itu, usahakan kadar gula di dalam darah selalu dipertahankan stabil, karena otak kita lebih butuh gula dibanding otot kita. Jangan sampai kebutuhan gula untuk otak “diambil jatahnya” oleh otot. Akibatnya kita akan mengalami pusing, berkunang, lalu kelelahan. Untuk menghindari hal ini, caranya dengan mengkonsumsi makanan kaya glukosa seperti coklat setiap 2-3 jam. Kadang, kelelahan pada saat mendaki itu sebenarnya bukan dari tubuh. Melainkan otak kita yang kekurangan kebutuhan akan glukosa. Sehingga menimbulkan perasaan lelah pada tubuh.

Oleh karena itu singkatnya, perhatikan tempo perjalanan pada saat mendaki gunung. Terus berjalan dengan konstan sehingga pernapasan dan lancarnya peredaran darah tetap terjaga. Usahakan untuk tidak duduk saat beristirahat, lalu luruskan kaki kalaupun terpaksa harus duduk. Beristirahat dengan tepat tanpa harus berlama-lama. Namanya juga naik gunung, yaa pasti capek. :))) sumber






1 comment:

  1. ohhh....pantesan aja gan, pas mendaki kalo mau lanjut sehabis istirahat, bawaannya malas :D

    nice info gan

    ReplyDelete