Mendengar kata Baduy, semua pikiran tentu tertuju pada wisata budaya dan alamnya yang asri. Hal tersebutlah yang selalu menghipnotis para pelancong untuk mengunjungi kawasan yang terletak di daerah Lebak Banten ini. Menuju kawasan Baduy selain dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan pribadi ke daerah Lebak, Banten, dapat juga ditempuh dengan cara yang murah meriah yang banyak diminati para backpacker yaitu menggunakan kereta api ekonomi jurusan Tanah Abang - Rangkasbitung, setelah tiba di Stasiun Rangkasbitung dilanjutkan dengan menggunakan angkutan umum (angkot) menuju terminal Aweh dan dilanjutkan menuju terminal Ciboleger dengan menggunakan kendaraan elf.
Terminal Ciboleger merupakan gerbang
depan dan pos kendaraan terakhir untuk masuk ke kawasan Baduy, karena
selanjutnya harus dilakukan dengan berjalan kaki. Untuk melanjutkan
masuk ke kawasan Baduy, dapat menggunakan pemandu wisata yang
kebanyakan berasal dari warga Ciboleger sendiri. Disarankan
menggunakan pemandu wisata jika ingin masuk ke Baduy Dalam, alasannya
karena banyak aturan dan pantangan yang tak boleh dilanggar bila
masuk ke Baduy Dalam.
Beberapa kewajiban yang harus dipatuhi pengunjung |
Kawasan Baduy sendiri terbagi menjadi
dua, yaitu Baduy Dalam dan Baduy Luar. Pemandangan penuh keasrian
terpampang ketika menyusuri jalan setapak setelah melakukan
registrasi tamu di rumah ketua RT Desa Ciboleger. Jalan yang tidak
begitu ekstrim namun masih berupa tanah dan berbatu harus ditaklukkan
untuk masuk ke wilayah Baduy. Menurut orang sekitar, dahulu di Baduy
hanya terdapat belasan kampung, namun sampai 2013 ini banyak kampung
baru yang terbentuk dan kini telah berjumlah tigapuluh kampung bahkan
lebih.
Kampung-kampung di Kawasan Baduy ini
nampak begitu asri. Bangunan yang berasal dari bambu dan kayu
menambah kesejukan dimana pohon-pohon pun masih menjulang tinggi.
Suara gemericik sungai menambah ketenangan dan kenyamanan berada di
Kawasan Baduy. Tidak perlu khawatir bila ingin menginap di Kawasan
Baduy, Warga setempat terbuka menerima para tamu untuk bersinggah di
tempatnya, bahkan hingga bermalam di rumah seorang suku Baduy.
Di kawasan Baduy tidak ada listrik
karena sejak dahulu suku Baduy teguh pada pendirian anti modernisasi.
Jadi bila malam hari kampung-kampung di Baduy gelap gulita. Bahkan,
menggunakan sabun pun tidak boleh saat mandi di Kawasan Baduy, karena
mereka menganggap sabun dan sejenisnya akan merusak lingkungan mereka
yang tergolong masih asri. Orang-orang Baduy tergolong cukup ramah
namun misterius. Kesulitan pelancong bila berkomunikasi dengan
Masyarakat Baduy terletak dari segi bahasa. Orang Baduy hanya fasih
dengan bahasa sunda yang tergolong kasar.
Budaya Baduy yang Terkikis
Ketika saya kunjungi Baduy di awal
tahun 2012, ada hal yang merusak pola pikir saya akan Suku Baduy.
Dimana sebelum saya ke sana, stigma saya akan Baduy terpusat akan
budayanya yang masih murni menolak dunia modernisasi tapi
kenyataannya sebaliknya. Anak-anak hingga orang dewasa sudah
menggunakan baju layaknya masyarakat modern pada umumnya. Bahkan yang lebih
mencengangkan lagi Masyarakat Baduy Luar kebanyakan sudah memegang
ponsel dimana sinyal pun sulit di dapat di daerah tersebut.
Cukup ironis saya melihat budaya Baduy
yang dahulu mendapat sorotan akan konsistensinya menjaga keaslian
budayanya kini terkikis oleh banyaknya budaya luar yang masuk ke
daerah Baduy. Pola pikir saya berfikir, bila hal ini terjadi karena
komersialisasi Baduy menjadi pusat wisata lah yang menjadi salah satu
penyebab dimana keaslian Baduy mampu dikalahkan oleh budaya-budaya
modern yang masuk. Hal ini patut menjadi bahan pemikiran kita semua. (IR)
Mari berwisata berkeliling nusantara.
foto oleh:
Irwan Rismawan
irwanrismawan03@gmail.com
saya pernah ke baduy sekitar beberapa bulan yang lalu, saya pikir kalau orang baduy dalam mereka masih menjaga adat leluhur mereka. orang baduy dalam tidak memiliki ponsel karena orang sana tidak bolehh memiliki alat elektronik, hanya saja memiliki kartu sim yang mereka nyalakan dengan meminjam handphone orh baduy luAr atau pengunjung (krn waktu itu hp teman saya dipinjam) :)
ReplyDeleteterima kasih atas informasinya yang sangat berguna #SobatPejalan ini
ReplyDeletebudaya dalam sejarah peradaban selalu berkembang. semoga ini bisa dipahami sebagai perkembangan peradaban. sulit memang membedakan antara "membiarkan ketertinggalan" dengan "menjaga kearifan lokal"
ReplyDeletememang kita harus menjaga adat istiadata dari tanah leluhur dari nenek moyang kita, seperti yang masih dipertahankan di badut. akan tetapi perlu ada edukasi-edukasi dan peranan dari pemerintah untuk dapat menjaga dan memberikan informasi untuk warga setempat tentang apapun peraraban yang ada di luar sana. agar tidak terlihat bahwa mereka seperti warga yang tertinggal. kita berharap ada suatu perubahan yg signifikan tetapi tidak meninggalkan kesan budaya yang ada **
ReplyDeletekalo baduy dalam sih engga coyy, tetep konsisten :D
ReplyDelete